Grojogan Sewu Kulon Progo

Di lekuk dalam perbukitan Menoreh yang penuh misteri Grojogan Sewu Kulon Progo
Grojogan Sewu Kulon Progo - Di lekuk dalam perbukitan Menoreh yang penuh misteri, aku menemui Grojogan Sewu yang didekap oleh rimbun hutan sepi. Ada nuansa segar yang aku dapatkan dikala puncak kerontang menaburi alam Jawa. Ada nuansa sunyi sebagai ruang pelarian diri yang aku idamkan dari gemuruh peradaban Yogya.

Musim kemarau tak bisa menghalangi tirta tetap mengucur pada curug yang terletak di Dusun Beteng, desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo. Dalam debit yang sedang, banyu jatuh pada tebing setinggi 15 meter yang mewujud tonjolan stalaktik kemudian tertampung bagus pada sebuah bak bercitarasa hijau lumut.

Awal kali melihat Grojogan Sewu Kulon Progo, jujur aku melihat lanskap semacam ini kiranya terletak di Gunungkidul yang merupakan daerah karst. Nyatanya curug yang berasal dari perut Goa Sumitro ini berada di perbukitan Menoreh yang juga mempunyai lanskap karst di kedalaman bumi.  Juga, awal kali mendengar Grojogan Sewu, jujur aku menganggapnya sebagai curug mainstream yang terletak di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.

Tatkala menyulut ingin tau lebih besar, aku mendapati warta memang belum banyak mengisahkan keelokan Grojogan Sewu Kulon Progo
. Untuk mendapatkanya, aku perlu menantang diri untuk ‘mblushuk’ menusuk di perbukitan Menoreh. Kiranya, aku pikir akan kesulitan menemuinya. Namun, ternyata papan petunjuk arah sudah ramah tersedia semenjak dari jalan tembus Yogyakarta-Purworejo via Godean, sampai mengantarkan aku di tempat parkir.  

Di lekuk dalam perbukitan Menoreh yang penuh misteri Grojogan Sewu Kulon Progo
Masyarakat Jatimulyo sudah paham bahwa potensi alam desanya bisa memikat para pemburu keindahan. Untuk menuju Grojogan Sewu Kulon Progo sudah dibuat jalan setapak tanah yang terawat. Sepanjang setapak, aku dihibur oleh orkestra kebun warga yang ditanami salak, kakao dan aneka pohon lainnya. Sekitar 200 meter jalanan menurun sampai berjumpa dengan anutan sungai yang kemudian menyisir sungai sampai di muka Grojogan Sewu. Belum ada tiket masuk, hanya proteksi sukarela dan uang parkir.

Saya datang di Grojogan Sewu ketika sore akan bersalin menjadi petang. Tentu saja aku berjumpa dengan sunyi sejati yang tampaknya sengaja untuk menyambut aku sebagai tamu teristimewa dan pribadi. Bersama Mega, kami satu-satunya pengunjung sore itu, meski hari itu yaitu Minggu.

Gemerujug bunyi air meningkahi kesunyian hutan yang sesekali dihibur oleh bunyi berisik kicauan burung-burung. Bukankah menyerupai ini yang dicari untuk mengusir segala jengah kehidupan? Ya, aku pun membasuh muka dengan segarnya air alami, yang aku sugestikan pada diri jika air itulah yang lantas membilas segala resah gulana selama ini. Entah kenapa, aku pikir sesaat itu bisa menciptakan pikiran aku sebegitu jernih, sejernih air bak yang menjadi hiasan di antara warna semu kuning bebatuan kapur.


Tampaknya Grojogan Sewu bisa menjadi primadona aku untuk menemui sunyi dan segar dalam waktu bersamaan yang tak perlu jauh-jauh dari Yogya. Paling tidak, aku akan menemuinya begitu adanya, sebelum tempat ini menjadi primadona wisata Kulon Progo yang kini sedang giatnya mendongkrak pariwisata. Sebelum juga diserbu oleh para mahasiswa kota Gudeg yang gemar menelusur sampai ke seluruh penjuru Yogyakarta. Tapi, Grojogan Sewu bagi aku patut untuk maju dan masyhur.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Grojogan Sewu Kulon Progo"

Posting Komentar

Featured Post

Benteng Vredeburg

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel